Blog Taufick Max
Headlines News :
.

Latest Post

Meneropong Jejak Kesultanan Ternate

Written By taufick max on Sabtu, 21 September 2013 | 07.11

Meneropong Jejak Kesultanan Ternate



H. Hidayatussalam Syehan S.H, M.H 
Mufti Jotuli Kesultanan Ternate 
Dosen Hukum Adat dan Tata Negara  Fakultas  Hukum Universitas   Khairun Ternat

Bismillahirrahmanirrahim, tulisan ini lahir dari sebuah kerisauan dan tanggung jawab moral terhadap kemurnian dan kelangsungan kesultanan Ternate  sebagai pusaka bersejarah bagi Jaziratul Mulk, Moloku Kie Raha yang dikhawatirkan memudar tergerus arus zaman.

“Tara no ate” turun dan aturlah! Inilah nama sebenarnya dari Ternate dalam sebuah versi tradisi lisan yang diturunkan dari generasi ke generasi dalam masyarakat adat Ternate. Artinya dengan logika sederhana, Ternate adalah daerah yang memiliki aturan, norma, etika, tatanan yang harus diketahui dan dijalankan oleh Gam Madihutu atau penduduk asli Ternate, baik itu dalam lingkup masyarakat adat, masyarakat  pendatang,  teristimewa yang berada dalam lembaga Kesultanan sebagai poros tatanan adat Ternate.

Ternate adalah sebuah nama yang telah tersohor baik di Nusantara, maupun ke seluruh penjuru belahan dunia.  Eropa, Amerika, sampai jazirah Arabia orang mengenal nama Ternate. Ternate tersohor berabad-abad lampau, para raja-raja Eropa mengutus para Pangeran, Panglima, Laksamana, dengan mengorbankan biaya yang tidak sedikit bahkan nyawa untuk mencari negeri Ternate. Bahkan Indonesia menjadi rebutan bangsa-bangsa Eropa dijajah tiga setengah abad lebih karena cengkeh, pala, rempah-rempah  di Ternate dan sekitarnya.

Dari sudut pandang yang lebih istimewa, Ternate ini adalah negeri yang memiliki latar belakang sejarah peradaban Islam Nusantara yang kuat. Bahkan Islam pertama kali bersentuhan dengan bumi Nusantara berawal dari sini. Ketika seorang ulama keturunan Rasulullah SAW yang bernama Syarif Rafiah Tasyrif Dja’far Shadiq datang menyiarkan agama Islam di bumi Ternate pada Muharram tahun 624 Hijriyah bertepatan dengan tahun 1204 Masehi, maka negeri ini menjadi terberkati dan keramat dalam keyakinan Ngofa se Dano anak turunan orang Ternate. Bahkan orang-orang pendatang yang menjadi penduduk Ternate hingga kini menaruh rasa hormat kepada Ternate sebagai pulau bersejarah.

Abad demi abad, generasi para ulama datang menyiarkan dan menguatkan Islam di negeri ini, hampir pada setiap generasi ada empat orang ulama yang datang dari belahan bumi Maghrib untuk  menguatkan Islam di Ternate yang terkenal dengan julukan “Qutub Ngaruha”atau empat wali Qutub, maqam atau kedudukan tertinggi dalam ilmu Tasawwuf. Bukti dari keberadaan mereka adalah makam-makam keramat atau Jere, yang batu nisannya atau paesa dalam bahasa Ternate tumbuh menjadi tinggi. Bukti lain dari keberadaan mereka adalah ilmu-ilmu tarekat.  Tassawuf, yang tertuang dalam kitab-kitab atau lefo bertulisan Arab dalam bahasa Ternate dan Melayu Tua juga mushaf-mushaf Al-Qur’an bertulisan tangan.  Dengan landasan yang kokoh, Ternate kemudian berkembang menjadi Kesultanan yang kuat garda terdepan dalam menyiarkan agama Islam di berbagai belahan Nusantara, bahkan sampai di Zulu, Zamboanga, Filipina, dan Madagaskar Afrika Selatan.

Secara historis, Ternate pada awalnya dikuasai empat Momole, atau Raja lokal yang terdiri atas Momole Tubo, Momole Tabanga, Momole Tabona dan Momole Foramadiahi. Setelah kedatangan Syarif Dja’far  Shadiq, dan keempat  Momole ini memeluk Islam, maka terbentuklah empat Kerajaan Moloku Kie Raha: Moti yang kelak pindah ke Jailolo, Makian yang kemudian pindah ke Bacan, Tidore dan Tenate. Dengan adanya pembentukan empat kerajaan ini, pada tahun 1322 di masa pemerintahan Kolano Ternate ke-7, Sultan Ahmad Najamullah Sida Arif Malamo(1322-1331),diselenggarakan konferensi Moti atau Moti Verbond. Dalam Moti verboond inilah diputuskan tentang penyeragaman lembaga-lembaga dalam Kerajaan di Moloku Kie raha serta dikukuhkan Kesultanan Ternate sebagai pemimpin, Imam dari seluruh wilayah Jaziratul Mulk memegang amanat penyebaran Islam dan menetapkan struktur serta tatanan Ketatanegaraan Adat di seluruh wilayah Moloku Kie Raha.

Ternate  memiliki sistem ketatanegaraan tersendiri yang berbeda dengan kerajaan-kerajaan lain di dunia. Mungkin Ternatelah satu-satunya kerajaan yang memiliki sistem demokrasi. Dalam lembaga pemerintahan Kesultanan Ternate,  terdapat perwakilan dari seluruh elemen masyarakat Moloku Kie Raha yang dikenal dengan Bobato Nyagimoi Se Tufkange atau Bobato/dewan 18. Dalam bobato ini juga terdapat Gam Raha, juga Dopolo Ngaruha atau Bobato Madopolo artinya kepala dewan Kesultanan  yang terdiri atas Jogugu ( Perdana Menteri), Hukum Sangaji (Menteri Luar Negeri), Hukum Soa-sio (Menteri dalam Negeri) dan Tulilamo (Sekretaris Negara) yang diangkat berdasarkanstruktur geneologis atau keturunan pemangku jabatan terdahulu,sehingga ada rasa kecintaan dan tanggung jawab moral dalam menjalankan tugasnya. Sedangkan  pimpinan tertinggi armada angkatan perang Kesultanan dipegang oleh Kapitalaut yang secara hukum harus dijabat oleh saudara kandung atau putera Sultan yang dianggap terbaik, tercakap.

Dalam sistem pemerintahan Kesultanan Ternate, Bobato 18 yang dikepalai oleh Kimalaha Marsaoly atau dapat pula dipegang oleh Jogugu memiliki tugas yang teramat penting yakni mengangkat dan bahkan menurunkan Sultan. Tanpa bobato 18 Sultan tidk boleh diangkat. Sebagaimana filosofi adat Ternate bahwa Sultan sebagai “Dada ma Dopo” yang dilambangkan dengan sebutir telur indah sempurna ditopang  gunungan nasi kuning sebagai penjelmaan bala kusu se kano-kano, seluruh rakyat Kesultanan Ternate. Pengangkatan seorang Sultan adalah tugas sakral dan tidak main-main  Karena figure Sultan dalam adat Kesultanan  adalah Tubaddilurrasul wa Khalifaturrasyid; penerus dakwah rasul dan Khalifah yang  diteladani oleh seluruh rakyat, maka harus selektif dan bahkan melalui mekanisme uji secara nyata maupun ghaib dan ditetapkan melalui “Rat Bobato” atau sidang dewan. Hal ini terlihat jelas di kesultanan Tidore yang hingga kini masih menjalani proses uji keabsyahan calon Sultan, setahun lebih mangkatnya Sultan Dja’far Junus Sjah hingga kini penggantinya belum bertahta karena kesultanan Tidore benar-benar ingin menegakkan tatanan adat yang sesungguhnya.

Sultan adalah jabatan sakral. Dan berdasarkan adat, tidak satupun keturunan Sultan dibenarkan berambisi menjadi Sultan, karena predikat Khalifaturrasyid Tubadilurrasul menuntut kesempurnaan dzuriyat, ilmu dan sebagainya untuk menjadi pimpinan alam Ma Kolano. Dalam prasasti yang terpampang diambang pintu Kadato kesultanan Ternate yang ditulis oleh Sailillah Sultan Ternate ke 40 Sultan Muhammad Ali ibnu Sirajurrahman berangka 30 Dzulqaidah 1228 hijriyah.  Olehnya dalam kaidah Hukum Adat Ternate yang dikenal dengan  Adat se atorang, Istiadat se Kabasarang, Cing se Cingari, Ghalib se Lukudi, Sere se Duniru, Bobaso se Rasai, Kesultanan Ternate tidak mengenal Putera Mahkota. Kesultanan ini pun hanya menjunjung seorang Kolano atau Sultan, tidak ada sebutan ratu dalam sistem kesultanan apalagi sampai menjalankan tugas dan hak Kolano.

Dalam sejarah Ternate pada tahun 1610 ketika Sultan Mudaffar I dinobatkan sebagai Sultan Ternate ke 29 dalam usia 15 tahun, beliau dibantu atau pemerintahan dan urusan kesultanan dijalankan oleh delapan orang Bobato yang dikepalai oleh Jogugu Hidayat dan Kapitalau Ali hal ini merupakan pencerminan dari Ummahatul Mu’minin atau isteri Nabi yang tidak pernah mencampuri apalagi sampai mengatur Nabi.

Dalam symbol makanan  adat Ternate, hanya ada satu buah telur yang dijunjung, yang bermakna hanya satu pemimpin, nilai ini juga merupakan bagian dalam ajaran Tasawuf Kie Raha yaituMentauhidkan Allah SWT, mentauhidkan Rasulullah SAW. Keistimewaan Sultan atau Kolano dalam Kesultanan Ternate inilah yang menjadi kebanggaan rakyat Moloku Kie Raha. Meskipun NKRI telah terbentuk, kedaulatan hanya bisa dimiliki oleh negara kepala negara tertinggi adalah Presiden, pada level daerah dikepalai oleh Gubernur, Bupati, Walikota, camat dan seterusnya, namun Sultan masih dihargai, disanjung, dijunjung sebagai bentuk penghargaan dan terimakasih ngofa se dano. Sultan adalah spirit, semangat dan kekuatan bagi rakyat.

 Kesetiaan bala kusu se kano-kano Kesultanan Ternate adalah kesetiaan yang murni, tulus, ikhlas, atau dalam bahasa Ternate Ikhlas ma Coou Kaha, Kie se Kolano. Dari zaman ke zaman tidak ada satupun keturunan murni bala kusu ataupun Bobato yang mengabdi di Kesultanan Ternate untuk mencari materi dan kedudukan. Mulai dari Bobato, para Imam, modin-modin, sosheba atau pelayan, sampai dengan baru-baru atau tentara kesultanan semuanya ikhlas dan tulus mengabdi, memiliki rasa kecintaan yang besar terhadap Kaha, Kie, se Kolano ( tanah, negeri, kolano).

Kesetiaan ini tidak bisa dibayar dengan apapun juga dan tidak dimiliki oleh Kesultanan lain di nusantara sekarang ini. Dan yang mengabdi dan tulus pada Kesultanan adalah anak turunan dari segala lapisan masyarakat. Baik itu yang berpendidikan rendah sampai dengan yang berpendidikan tinggi. Inilah bentuk kecintaan terhadap jatidiri ngofa se dano Moloku Kie Raha. Bukan karena bodoh atau karena mencari sesuatu. Oleh karenanya, salah besar bagi siapa yang mengatakan orang Maluku Utara bodoh!. Orang Maluku Utara tidak bodoh, tetapi bermartabat dan ikhlas dalam menjunjung kesultanan bersejarah ini.


Kesultanan Ternate dan seluruh kesultanan lain di Moloku Kie Raha merupakan situs sejarah atau dalam bahasa hukum disebut cagar budaya. Keberadaannya dan seluruh harta pusakanya adalah milik negeri ini dan dilindungi oleh Undang-undang. Oleh karenanya kemurniannya harus dijaga, hukum adatnya harus ditegakkan, kembalikan segala sesuatu aturan pada tempatnya, dan tidak boleh memasukkan segala sesuatu yang bertentangan dengan adat istiadat di negeri ini, yang dalam hukum adat Ternate dikenal dengan “no sikurang mai aku ua, no sifoloi mai aku ua”  artinya  tidak dibenarkan mengurangi dan tidak dibenarkan menambah-nambah. Kesulltanan Ternate tidak perlu meniru kerajaan- kerajaan di Jawa,Inggris atau Belanda dengan sistem monarki absolut. Kita punya jatidiri tersendiri atau Komalo yang dengannya  negeri ini pernah berjaya, menguasai 72 negeri pada masa Sultan Baabullah (1570-1583).

Ingat bahwa inilah pusaka dan kebanggaan rakyat Moloku Kie Raha, amanat dari para Auliyaallah dan Kolano-kolano terdahulu  yang jika tidak dijaga kemurniannya, maka suatu saat generasi berikutnya atau bahkan generasi sekarang tidak lagi mendapatkan jejak kebesaran dan kebanggaan dari Kesultanan bersejarah ini, atau bahkan bisa mengundang musibah besar, sebagaimana yang tertulis bahkan terlihat dalam sejarah. Naudzubillahi min dzaalik.

Semoga tulisan sederhana ini bisa mengetuk hati seluruh dzuriyat keturunan para Kolano, Joguru, Bobato, Bang’sa,  Fanyira, Kapita, Kimalaha, dan bala kusu se kano-kano atau siapapun juga yang hidup di bumi Moloku Kie Raha, Jaziratul Mulk agar menyadari betapa pentingnya menjaga mempertahankan  martabat, jatidiri dan kebesaran Kaha, Kie se Kolano sebagai pusaka dan amanat para leluhur dalam alam arwah. Semoga Kesultanan Ternate, sebagai saksi syiar Islam di Nusantara dan di negeri-negeri jauh senantiasa dilindungi oleh Allah SWT dan menjadi pusaka penopang  Negara kesatuan Republik Indonesia NKRI, Insya Allah. Wallahu a’lamu bissawab.


Sumber : Malut Post

NEGARA BAGIAN TERNATE

Written By taufick max on Minggu, 14 Juli 2013 | 13.26

Bendera Kuning merujuk pada Kesultanan Ternate. Bendera Merah Putih merujuk pada Republik Indonesia. Dan bendera hitam merujuk pada identitas persatuan dari empat kerajaan yang ada di Maluku Utara, yakni Ternate, Tidore, Jailolo


Istana Kerajaan Ternate tampak lengang pagi itu. Tak tampak ada kehidupan di halaman istana selain tiga buah bendera yang berkibar kencang ditiup angin laut.

Suasana sepi semakin menjadi ketika saya naik ke teras Istana. Di sini, laut terlihat bebas. Jarak Istana ke tepi laut hanya sekitar seratus meter. Dan posisinya terasa berada di tengah ketika mata memandang lurus ke depan, dimana pulau Halmahera tampak memanjang ke kiri, dan pulau Tidore memanjang ke kanan. Tiba-tiba saja saya merasa, angin yang menerpa ini adalah angin yang sama di ratusan tahun yang lampau. Seperti ada sejarah yang terbungkam di Istana ini.

Di ruang depan, sejarah itu seperti bayangan yang berhenti di depan saya. Di setiap sudut, ada cinderamata dan juga upeti dari negeri-negeri jauh dengan tahun yang cukup tua. Sebut saja perisai, baju, tembaga, dan topi dari Portugis pada 1510; tongkat dari kerajaan Sulu, Sabah, dan Mindanao pada 1610; topi perang dari Gubernur Jendral Jan Pieterszoon Coen pada 1618; helm dan pedang dari Gubernur Mc Kenzie pada 1715; kelapa kembar dari Raja Sangir pada 1750; kelewang dari Gubernur Van Der Capellen pada 1815; atau cermin dan lampu-lampu dari Raja Willem III Belanda pada 1840.


Hadiah dari Gubernur Jendral Jan Pieterszoon Coen dan Gubernur Mc Kenzie kepada Sultan Ternate

.
Tepat di sudut dekat pintu penghubung antara ruang ini dengan ruang keluarga, terpampang simbol Kerajaan Ternate: “Gatuba Madopolo”. Gatuba Madopolo berarti burung garuda berkepala dua dengan gambar hati berwarna merah di tengahnya. Simbol burung garuda ini mirip dengan simbol burung garuda-nya Indonesia. Hanya saja, jika di kaki burung garuda Indonesia ada untaian kalimat “Bhinneka Tunggal Ika”, di kaki garuda-nya Ternate tertulis “Limau Gapai” yang artinya Satu Kota Yang Tertinggi. Simbol garuda ini dibuat sejak jaman Kerajaan Moloku Kie Raha pada tahun 1322.

Suasana sunyi pelan-pelan pupus ketika saya masuk ke pendopo. Di sana, sejumlah anak perempuan sedang bersiap menari. Mereka tertawa dan melompat-lompat gembira. Belakangan saya tahu, pendopo itu memang telah menjadi tempat latihan menari bagi warga sekitar.

Saat saya memperhatikan anak-anak itu, dari sebuah lorong keluar seorang perempuan tua berpakaian daster putih bermotif bunga. Jalannya membungkuk. Wajahnya putih, bersih. Sangat cantik untuk perempuan yang kemudian saya ketahui berusia menjelang 80 tahun. Di sebelahnya ada perempuan yang memegangi tangannya.

Sebenarnya tak ada yang mencolok dari perempuan ini. Tapi entah kenapa, sedari tadi saya menduga, ibu ini pastilah “seseorang”.

Ruang tengah Istana Ternate dan simbol Kerajaan Ternate

.
Dan ternyata benar. Ibu ini adalah kakak kandung dari Sultan Mudaffar Syah, Sultan Ternate ke 48 yang berkuasa sejak 1975 sampai sekarang. Namanya Syahrinnisad, atau yang lebih dikenal dengan Ibu Rini. Orang-orang di sekitar saya tak menunggu lama untuk menghampiri Ibu Rini. Semua membungkuk dan menciumi tangannya, termasuk sejumlah abdi dalam, atau maco’o dalam bahasa Ternate, yang sedari tadi duduk-duduk di sekitar pendopo.

“Orang Ternate itu pertama kali dipengaruhi oleh China,” demikian ucap Bu Rini saat saya mulai bertanya-tanya tentang sejarah Ternate. “Bahkan arsitek Istana Sultan Ternate ini adalah orang China. Tapi namanya saya lupa. Hong atau Cong.”

Kemudian tangannya menunjuk lurus ke depan, ke arah belakang Istana.

“Waktu saya masih kecil, saya sering bermain di rawa-rawa. Di sana ada kuburan orang China.”


Ibu Syahrinnisad, atau yang biasa disapa Ibu Rini
.
Bu Rini diam sejenak. Entah apa yang ada di dalam kepalanya saat melihat pekarangan belakangan istananya itu, sesuatu yang tentu sudah dilihatnya berpuluh-puluh tahun.

“Dan 250 tahun sebelum Nabi Isa lahir, sudah ada perjanjian dagang antara Halmahera Utara dengan Melanesia. Apalagi jika dilihat dari bahasanya, bahasa Ternate ada hubungannya dengan filumpapua,” tutur Bu Rini penuh semangat, seakan sejarah ribuan tahun itu baru terjadi kemarin.

Ternate memang mendapat pengaruh dari banyak bangsa. Tidak hanya China, tetapi juga dari mana-mana, termasuk Melayu. Bahkan, di daerah selatan, dekat pasar, ada sebuah benteng yang bernama Benteng Melayu. Menurut Ibu Rini, benteng ini didirikan oleh orang-orang Melayu yang datang untuk berdagang cengkeh. Tapi pada 1605, Belanda masuk dan merebut benteng tersebut sekaligus merenovasinya. Namanya pun kemudian diganti menjadi Benteng Force Orange.


Pintu Masuk Benteng Force Orange, atau Benteng Melayu

.
Hingga saat ini, benteng tersebut masih tegak berdiri. Meski jumlahnya tidak lagi utuh, meriam-meriamnya masih banyak bertebaran di setiap sudut. Rata-rata menghadap ke laut. Agaknya benteng ini dijadikan penghadang bagi kapal-kapal musuh yang hendak memasuki Ternate. Dulu, posisi benteng ini memang berbatasan langsung dengan laut lepas. Hanya saja, kini di depan benteng terdapat perumahan dan jalanan hasil reklamasi.

Benteng Melayu atau Benteng Force Orange bukanlah satu-satunya benteng di Ternate. Di pulau kecil ini, masih banyak benteng lain yang bertebaran. Menarik memang, karena sepertinya Portugis atau Belanda membutuhkan banyak sekali benteng untuk menaklukkan kerajaan yang secara geografis berada di pulau yang sangat kecil. Sebagai perbandingan, hanya dibutuhkan waktu sekitar 40 menit dengan perjalanan mobil untuk mengeliling seluruh pulau ini.

Di tempat yang tak begitu jauh, ada sebuah benteng yang bernama Benteng Santa Lucia atau Benteng Tolukko. Benteng ini dibuat oleh Fransisco Serrao, orang Portugis, pada 1512. Dari atas benteng ini, Pulau Halmahera terlihat memanjang dari tengah ke kiri dan Pulau Tidore memanjang dari tengah ke kanan. Benteng ini dibuat dengan ketinggian mencapai 620 sentimeter dari atas lembah dan 11 meter di atas permukaan laut. Namun pada 1692, Sutan Ternate bernama Tolukko merebut benteng ini dan mengganti namanya dengan nama dirinya.


Di atas Benteng Tolokku

.
Selain itu, ada juga benteng-benteng lain yang dibuat oleh Portugis, seperti Benteng Nostra Senota Del Rosario pada 1512 dan Benteng Santo Pedro pada 1522. Selain itu, Belanda juga turut membuat benteng, misalnya Benteng Kalamata pada 1629.

“Yang terkenal sesudah Portugis adalah Benteng Kastela,” kata Bu Rini kemudian. “Sesudah Portugis diusir, Sultan Baabullah tinggal di Kastela.”

Kastela sendiri berasal dari kata castile atau kastil. Meski sangat bersejarah, Benteng Kastela saat ini sangat tidak terawat. Temboknya bolong di sana sini. Catnya tidak beraturan. Bahkan sudah ada mesjid yang posisinya menjorok ke dalam kawasan benteng.

Di atas gerbang masuk benteng, simbol garuda berkepala dua kembali muncul. Dan di bawah patung burung itu, ada tulisan “Jou Se Ngofa Ngare”. Ini sebuah idiom yang tidak bisa dimengerti secara harfiah. Meski demikian, kira-kira artinya adalah Sultan dan Rakyat Menyatu. Banyak penduduk sekitar benteng yang mengidentikkannya dengan konsep kemenyatuan Tuhan dengan manusia.

Di benteng inilah Sultan Ternate ke 25, Khairun, dibunuh oleh Portugis pada 28 Februari 1570. Dan sejak itu pula, anaknya Khairun, Sultan Ternate ke 26, Baabullah, mengobarkan amarah yang luar biasa terhadap Portugis.

Sejak hari kematian Khairun, Baabullah terus menyerang Portugis selama bertahun-tahun, termasuk mengisolasi benteng ini. Upayanya membuahkan hasil. Pada 28 Desember 1575, Portugis akhirnya menyerah. Setiap tanggal bersejarah ini terukir di masing-masing sisi dari sebuah tugu yang terdapat di dalam kawasan benteng Kastela.

Menghadap Pulau Halmahera dari teras istana.


Namun demikian, jika kerajaan-kerajaan lain di nusantara berhenti perang setelah musuh keluar dari wilayah teritorinya, tidak demikian halnya dengan Sultan Baabullah. Portugis yang sudah berhasil diusir, masih terus diburunya hingga ke Timor Leste dan Mindanao, Pilipina.

Bu Rini mengakui, Baabullah memang sangat terpukul dengan ulah Portugis yang membunuh ayahnya.

“Dan saat mengejar Portugis”, kata Bu Rini, “Baabullah meluaskan daerahnya sampai ke selatan, seperti Selangor; ke utara seperti Brunei, Sambas, kota batu Pilipina; ke barat seperti Makassar.”

Tidak hanya itu, Raja Goa bahkan melakukan kontrak perdamaian dengan Sultan Baabullah.

“Baabullah menguasai laut di (tempat yang kini di kenal sebagai) Indonesia Timur.”

Seiring bergulirnya waktu, muncul ide untuk mendirikan sebuah negara dikalangan pemimpin di kawasan nusantara yang tengah berperang melawan Belanda. Termasuk Ternate. Jakarta, dulu bernama Batavia, adalah kota dimana para pemimpin di berbagai wilayah bertemu dalam kepentingan sekolah.

“Dalam perjuangan Sukarno melawan penjajah, mereka ikut terlibat,” ucap Bu Rini. “Seperti bapak saya, yang waktu itu memilih bergabung dengan Agus Salim karena kesamaan ideologis, yaitu Islam. Begitu juga dengan Hatta, yang sudah dikenalnya sejak bekerja di Bandung.”

Namun demikian, kesepakatan membangun negara baru bukannya tanpa komitmen. Meski hendak meleburkan diri, Ternate tidak mau kehilangan identitasnya.

“Ayah saya mengharapkan (adanya persatuan dalam) republik,” tegas Bu Rini. “Tapi sistemnya federal. Masing-masing urus dirinya sendiri. Kecuali tentara yang harus bersatu. Sebenarnya Sukarno sendiri mau federal. Tapi karena Van Mook (duluan) bikin federasi, Sukarno akhirnya tidak mau.”


Istana  Kerajaan Ternate

.
Seperti halnya Sukarno, Mohammad Hatta pun memahami kehendak dari Ternate ini. Bu Rini ingat ketika ayahnya berdiskusi dengan Sukarno dan Hatta.

“Mereka bicara dalam bahasa Belanda. Ayah saya ditanya Sukarno, jadi Pak Sultan mau bergabung dengan republik? Ayah saya bilang, maaf saja, saya mau republik, tapi sistemnya federal. Tapi Hatta bilang, jangan dulu federal. Nanti saja belakangan.”

Menurut Bu Rini, konsep negara kesatuan bagi Hatta merupakan siasat. Setidaknya bersifat sementara. Negara yang baru berdiri akan sulit bertahan jika langsung menerapkan federasi.

“Lalu ayah saya bilang, oke,” kata Bu Rini.

Wajahnya tetap tenang saat mengucapkan ini. Hanya intonasinya saja yang terasa ada penekanan. Apalagi Hatta memang dikenal tegas dalam mendorong terbentuknya otonomi daerah – yang kelak gagal dan membuat Hatta mengundurkan diri dari jabatan Wakil Presiden pada tanggal 1 Desember 1956.

Sempat memang, ide federalisme kembali mengemuka beberapa tahun yang lalu. Namun, entah kenapa, ide ini dianggap asing dan mendapat penolakan keras hingga menguap begitu saja. Konsep negara kesatuan dianggap sudah final. Banyak elit partai jaman ini yang terlanjur memandang federalisme sebagai bentuk pengkhianatan terhadap ide pendirian Negara Republik Indonesia

Tak lama Bu Rini pamit untuk beristirahat. Perempuan yang tadi berjalan bersamanya kembali memegangi tangan Bu Rini dan menuntunnya berjalan menuju kamar. Saya melihat punggung Bu Rini yang berjalan terbungkuk hingga lenyap di balik lorong yang menikung.

Saya kembali ke teras depan istana. Halmahera masih di kiri dan Tidore masih di kanan. Suasana sunyi kembali menyergap

Lippo Buka Mal Baru Senilai Rp 450 Miliar di Palembang

Written By taufick max on Senin, 10 Juni 2013 | 22.18

Lippo Buka Mal Baru Senilai Rp 450 Miliar di Palembang

 

Palembang kehadiran mal atau pusat perbelanjaan baru bernama Lippo Plaza Jakabaring. Lippo Group telah resmi membuka mal baru senilai Rp 450 miliar di Seberang Ulu kota Palembang, Sumatera Selatan.

Lippo Plaza Jakabaring ini juga dibangun untuk menjadi salah satu fasilitas pendukung kawasan pusat olahraga Jakabaring yang terletak di Seberang Ulu yang merupakan salah satu kawasan yang sedang berkembang pesat yang nantinya akan menjadi pusat pemerintahan Palembang.

Peresemian mal ini dilakukan Rabu 5 Juni 2013 kemarin oleh Gubernur Sumatera Selatan H. Alex Noerdin dan President Lippo Group Theo L Sambuaga. Selain mal ini, di Palembang Lippo telah mempunyai Palembang Square, Rumah Sakit Siloam Sriwijaya, dan Hotel Aryaduta.

Direktur Graha Pinaringan Deborah Rosanti selaku Pengembang Lippo Plaza Jakabaring mengatakan, mal dengan desain minimalis modern ini memiliki luas bangunan sekitar 12.000 m2, terdiri dengan net leasing area (NLA) 10.000 m2, 75% di antaranya adalah anchor tenant dan 25% speciality tenant, menampung sekitar 300 kendaraan roda empat, sekitar 1.000 motor dengan lahan parkir seluas 26.000 m2.

Mal ini akan memiliki berbagai tenant yang diperkirakan akan menyerap 600 tenaga kerja. Dua Anchor Tenant Lippo Plaza Jakabaring yaitu Hypermart dan Matahari Department Store sudah terlebih dahulu meresmikan gerainya di Mei 2013 yang lalu

Harga Rumah di Summarecon Bekasi Capai Rp 2 Miliar

Harga Rumah di Summarecon Bekasi Capai Rp 2 Miliar


Sumber Gambar : Green Peace Palagan
 Harga rumah di kawasan Summarecon Bekasi cukup membuat jantung berdebar. Pasalnya, harga rumah di pinggiran Jakarta tersebut paling murah mencapai Rp 2 miliar.

Summarecon memang telah meluncurkan cluster perumahan terbaru di Bekasi dengan nama Cluster Vernonia. Hal ini dilakukan setelah sukses dengan penjualan rumah cluster Palm, Maple, Acacia dan beberapa lainnya.

"Harganya waktu April 2013 itu dimulai dari Rp 2 miliar. Harga jual cluster Vernonia Summarecon Bekasi sedikit lebih tinggi dari pada perumahan baru Summarecon Gading Serpong," kata Jeni yang merupakan salah satu marketing dari Ray White Bekasi, kepada detikFinance, Minggu (9/6/2013).

Jeni juga menjelaskan, saat ini cluster tersebut sudah laku seluruhnya. Hanya ada beberapa pemilik yang menjualnya kembali.

"Jadi sekarang kalau berminat ya tunggu pemilik menjual kembali saja," tuturnya.

Dikutip dari situs Summarecon, Cluster Vernonia Residence Summarecon Bekasi ini akan dibangun dengan tema modern art deco, dimana membawa kesan yang mewah dan nuansa urban.

Summarecon Bekasi dikembangkan dengan konsep environmental friendly atau kawasan yang berwawasan lingkungan. Salah satu upaya yang dilakukan Summarecon adalah pembangunan 3 buah danau di kota Summarecon Bekasi.

Sementara itu, Summarecon jug siap meresmikan Summarecon Mal Bekasi (SMB) Tahap I. Mal ini akan menjadi mal ketiga yang akan mulai beroperasi pada akhir bulan Juni 2013.

"SMB memiliki luas area sekitar 80.000 m2, dan akan membidik kalangan masyarakat menengah-menengah atas di Bekasi dan sekitarnya," ungkap Summarecon dalam siaran persnya, Jumat (7/6/2013).

Selain itu, Summarecon juga sedang membangun sebuah hotel di area Mal Kelapa Gading dan sebuah hotel di area Summarecon Mal Bekasi yang keduanya direncanakan akan beroperasi di tahun 2014. Saat ini, perseroan juga tengah memulai pembangunan hotel bintang lima di Bali yang direncanakan beroperasi pada awal tahun 2015.

Tol Atas Laut di Bali Saingi Penang Bridge Malaysia dan Union Bridge Kanada

Tol Atas Laut di Bali Saingi Penang Bridge Malaysia dan Union Bridge Kanada

Tol Penang Bridge Malaysia

 

Tol Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa memiliki panjang 12,7 km diklaim hampir mengalahkan tol dan jembatan di Malaysia, Penang Bridge sepanjang 13,5 km. Bahkan tol yang akan diresmikan itu nyaris mengalahkan panjang Union Bridge di Kanada yang mencapai 12,9 km.

Hal ini disampaikan oleh Komisaris PT Jasa Marga Tbk Ibnu Purna Muchtar dalam keterangan tertulisnya, Selasa (11/6/2013).

Ibnu mengatakan, sejak awal pihaknya selalu menekankan bahwa pembangunan jalan tol Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa ini sebagai bukti atas karya mandiri anak bangsa. Ia beralasan karena Jalan tol Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa ini merupakan jalan tol pertama di Indonesia yang dibangun di atas laut.

"Dengan panjang sekitar 12,7 km, di mana sekitar 10 km berada di atas laut, panjang jembatan tol di Bali ini hampir sama dengan Penang Bridge di Malaysia yang panjangnya mencapai 13,5 km, atau Union Bridge sepanjang 12,9 km di Kanada," kata Ibnu dalam keterangan tertulisnya.

Ia menuturkan, desain dan konstruksinya sepenuhnya dikerjakan oleh putra-putra terbaik bangsa, dan dapat diselesaikan hanya dalam kurun waktu 14 bulan.

"Ini semua membuktikan bahwa kita memiliki kemampuan dan teknologi yang memadai untuk pembangunan jalan dan jembatan di atas laut," katanya.

Sekedar informasi, Penang Bridge merupakan jembatan tol dua jalur yang menghubungkan Bayan Lepas di Pulau Penang dan Seberang Prai di daratan Semenanjung Malaysia. Jembatan ini juga berhubungan dengan Jalan Lintas Utara-Selatan di Prai, dan Jalan Tol Jelutong di Bayan Lepas.

Jembatan tol ini dibuka pada 14 September 1985. Panjang keseluruhan jembatan ini sekitar 13,5 km, membuat jembatan ini salah satu jembatan terpanjang di Asia Tenggara dan merupakan landmark Malaysia.

Sumber : Detik.com

Tol Atas Laut Rp 2,4 T Dibangun karena Bali Sudah Macet Parah

Tol Atas Laut Rp 2,4 T Dibangun karena Bali Sudah Macet Parah

 

Konsorsium 7 BUMN pimpinan PT Jasa Marga Tbk hampir selesai membangun tol atas laut di Bali, yaitu tol Nusa Dua-Ngurah Rai dan Benoa Bali Rp 2,4 triliun. Tol ini dibangun karena kondisi kemacetan di Bali sudah sangat parah.

Komisaris Jasa Marga Bapak Ibnu Purna Muchtar mengatakan, pembangunan jalan tol atas laut ini dilatarbelakangi kemacetan dari dan menuju Nusa Dua Bali, yang telah berkembang menjadi salah satu destinasi utama pariwisata dan pusat meeting, incentive, convention and exhibition (MICE) bertaraf internasional.

Saat ini, ujar Ibnu, masyarakat dari arah Denpasar, Kuta atau Bandara Ngurah Rai yang akan menuju Nusa Dua, hanya melalui Jalan Raya Bypass Ngurah Rai yang telah beroperasi sejak tahun 1960.
"Saat ini bebannya sudah semakin berat, sehingga kepadatan lalu lintas selalu terjadi setiap pagi dan sore hari, salah satunya bisa ditemui di sekitar lampu merah yang ada di sekitar Bandara Ngurah Rai atau Simpang Siur yang menuju ke Denpasar," kata Ibnu dalam keterangannya yang dikutip, Selasa (11/6/2013).

Ibnu mengatakan, menurut survei, jumlah kendaraan roda empat atau lebih yang melintas di Bypass Ngurah Rai setiap harinya mencapai lebih dari 40 ribu unit. Belum lagi jumlah sepeda motor yang melintas mencapai 56 ribu lebih. Kemacetan juga semakin parah, apabila terjadi kecelakaan yang mengakibatkan tertutupnya jalur Bypass di pertigaan Bandara Ngurah Rai, maka arus kendaraan dari Kuta atau Denpasar yang akan menuju Nusa Dua akan terputus.

"Berangkat dari keinginan untuk turut berkontribusi dalam mengurangi kemacetan di Pulau Bali, Jasa Marga mengajukan usulan, minat dan kesanggupan kepada pemerintah untk membangun jalan tol di atas laut dangkal yang membentang sekitar 12,7 km dari Nusa Dua melewati Ngurah Rai dan berakhir di Benoa," tutur Ibnu.

Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, meski bertindak sebagai pemrakarsa, Jasa Marga tetap harus mengikuti proses tender terbuka untuk memperoleh hak pengusahaan jalan tol. "Alhamdulillah, dengan kemampuan dan pengalaman kami sebagai operator Jalan Tol selama 35 tahun, kami mendapatkan kepercayaan dari pemerintah untuk membangun jalan tol ini," ungkap Ibnu.

Susunan kepemilikan tol ini meliputi Jasa Marga sebesar 60%, PT Pelindo III sebesar 20%, PT Angkasa Pura I sebesar 10%, PT Wijaya Karya Tbk (Wika) sebesar 5%, PT Adhi Karya Tbk sebesar 2%, PT Hutama Karya Tbk sebesar 2%, dan PT Pengembangan Pariwisata Bali sebesar 1%.

Sedangkan keikutsertaan Pemerintah Provinsi Bali dan Pemerintah Kabupaten Badung dalam kepemilikan saham sedang dalam proses. Kami berharap skema sinergi BUMN dan Pemerintah Daerah ini dapat dilanjutkan untuk proyek-proyek infrastruktur komersial lainnya, sehingga tidak memberatkan APBN sesuai dengan kebijakan pemerintah.

Tol Atas Laut Bali dari Duit BUMN, Jembatan Suramadu Ngutang dari China

http://images.detik.com/content/2013/06/11/4/114404_baru.jpg


Jakarta - Ada fakta yang menarik soal biaya pembangunan Tol Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa. Seluruh biaya pembangunan tol sepanjang 12,7 km itu murni didanai dari dalam negeri hasil patungan konsorsium BUMN. Bandingkan dengan pembiayaan pembangunan Jembatan Surabaya dan Madura (Suramadu), sebagian berasal dari pinjaman perbankan China.

Komisaris PT Jasa Marga Tbk Ibnu Purna Muchtar mengatakan, biaya investasi jalan tol Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa sekitar Rp 2,4 triliun sepenuhnya menggunakan dana internal perusahaan, dan sumber-sumber pembiayaan dalam negeri dengan komposisi 30% dana perusahaan, dan 70% dari pinjaman sindikasi perbankan dalam negeri.

"Berbeda dengan Jembatan Suramadu yang dibiayai dengan pinjaman luar negeri dari APBN, Jalan Tol Nusa Dua Bali murni dibiayai dengan dana perusahaan dan pinjaman korporasi dalam negeri tanpa sedikitpun memberatkan APBN," kata Ibnu dalam keterangan tertulisnya, Selasa (11/6/2013).

Seperti diketahui, total panjang Jembatan Suramadu beserta jalan pendukungnya sepanjang 21 km menelan dana Rp 5 triliun. Dari dana itu sebanyak 55% berasal dari APBN Indonesia dan 40% lebih dari pinjaman lunak China.

Dari total panjang jaringan jalan Tol Suramadu 21 km, termasuk di antaranya panjang bentang jembatan 5,5 km, ditambah jalan penunjang sisi Madura sepanjang 11,5 km, dan 4,5 km untuk ruas Surabaya.

Ibnu menambahkan, sumber pendanaan dalam negeri dalam proyek Tol Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa sejalan dengan kebijakan pemerintah mendorong pihak BUMN dan swasta untuk membangun proyek-proyek infrastruktur yang bersifat komersial, seperti jalan tol, mengingat anggaran infrastruktur APBN lebih diprioritaskan untuk pembangunan infrastruktur dasar seperti jalan dan jembatan.

"Kami, sebagai BUMN, turut menyukseskan kebijakan pemerintah di bidang infrastruktur tersebut dan siap berkontribusi untuk proyek-proyek infrastruktur jalan tol lainnya tanpa dukungan subsidi ataupun suntikan dana dari APBN guna menggerakkan perekonomian dan mendukung pertumbuhan ekonomi," katanya.
 
Sumber : Detik.com

BLOG INI ADALAH KUMPULAN REFERENSI DAN CATATAN PEMBELAJARAN
TAUFICK MAX

Semoga Bermanfaat Juga Bagi Anda yang Berkunjung Kesini

Info Populer

 
Copyright © 2011. Blog Taufick Max - All Rights Reserved
Template Created by Maskolis Template
Proudly powered by Blogger